Saya sadari, saya dan suami (selanjutnya di tulis lelakiku) adalah dua insan yang berbeda. Berbeda suku, budaya, watak, kepribadian, berbeda pengalaman, dan banyak hal yang berbeda dari kami. Namun justru berbeda itulah yang menjadikan kami satu.
Saya seorang yang cukup sensitif, saya tidak bisa jika seorang yang saya sayangi bicara dengan saya dengan nada keras atau mungkin seperti membentak. Dan ‘lelakiku' seorang yang tidak pernah mengucapkan janji jika memang hal itu tak bisa dia jamin realisasi nya. Bagiku ‘lelakiku' berbeda dengan laki-laki yang lain, ‘lelakiku' seorang yang penuh tanggung jawab, mengayomi, dan suka becanda. Namun ada hal yang kadang mengusik hati. ‘lelakiku' kadang suka bicara keras atau kadang saya berfikir dia membentak saya. Lagi- lagi belakangan ini saya sangat sensitif. Saya adalah seorang istri, ibu dari anak usia 1 tahun 3 bulan dan seorang ibu hamil. Di awal saya sadari kalau kami adalah dua insan yang berbeda.
Kami memang berbeda, karena nya saya mengutarakan isi hati saya.
Percakapan kami, saya dan ‘lelakiku' mempunyai panggilan khusus yaitu sayang. Jadi walau sedang konflik, panggilan ‘yank' tak pernah tergantikan dengan panggilan lainnya.
👩: “syg, mamah itu orang nya sensitif banget, apalagi kemarin papah ngomong nya agak keras kayak ngebentak. Saat itu mamah langsung nangis”.
👨: “ hahaaha"
👩: “ ko ketawa sih, sambil manyun sebagai isyarat tidak nerima respon nya”
👨: “syg, papah itu bukan ngebentak, emang cara ngomong papah aja kyk gini. Kamu juga harus ngerti yah syg”
Kami adalah dua insan yang ditakdirkan satu oleh Nya. Usia pernikahan kami pun masih 2 tahunan, masih tergolong sangat muda. Masih butuh waktu banyak untuk benar-benar memahami karakter masing-masing. Saya dari awal sudah sangat menyadari kalau kami mempunyai karakter yang berbeda dari banyak hal. Namun, ke-sensitifan saya terkadang tidak mengingat kalau kami memang berbeda. Ketika sedang terjadi ‘gesekan’ antara kami, saya lebih cenderung diam, menenangkan emosi terlebih dahulu, dan pastinya saya menangis. Setelah saya merasa tenang dan melihat suami lebih stabil emosi nya, barulah saya mulai bicara.
Me- recall ulang materi komunikasi produktif yang dibahas di BunSay IIP. Ada beberapa kaidah yang sudah saya lakukan dan dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi kami, seperti:
- Choose the Right Time. Saya memilih waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan, keluh kesah saya. paikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.
- Intensity of Eye Contact. Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati.Pada saat saya berkomunikasi dengan ‘lelakiku’, mata kami saling bertatapan dengan lembut, agar kami sama-sama tahu apakah kami bicara jujur. Dan yang jelas dengan eye contact ini kami menjadi lebih mesra, eeeaaa…😍
3 November 2017
Irma Tazkiyya
#hari 2
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar